Gigi yang sering mengalami patah adalah gigi bagian depan. Kebanyakan orang lebih memilih untuk mencabut giginya sebagai solusi dari permasalahan tersebut akibat tidak kuasa menahan nyeri yang ditimbulkan.
Padahal, sebenarnya gigi patah dapat kembali normal seperti semula dengan melakukan perawatan saluran akar gigi yang kemudian bentuk gigi direhabilitasi ke bentuk semula. Patahnya gigi dapat terjadi di beberapa bagian atau lapisan yang terdapat pada gigi, akibatnya orang akan mengalami rasa nyeri, linu, berdarah, bahkan sakit gigi.
Rasa sakit yang berlebihan akan timbul apabila gigi yang patah telah mengenai lapisan gigi ke tiga yakni ruang pulpa. Pulpa adalah jaringan lunak yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf, yang menyuplai oksigen dan nutrisi untuk gigi, serta berperan dalam menghasilkan kepekaan gigi.
Menurut drg Atiek Rosli SpKG, spesialis konservasi gigi dari Rumah Sakit Ortopedi Prof Dr R Soeharso Surakarta, patah gigi dapat diklasifikasikan ke dalam enam kelas dengan tingkat kerusakan yang berbeda-beda.
Pertama, kelas I, yaitu gigi patah yang mengenai lapisan terluar yakni email. Pada kelas ini, pasien belum merasakan adanya berbagai macam keluhan seperti nyeri pada giginya.
Kedua, kelas II, gigi yang patah telah sampai pada lapisan kedua yakni dentin di mana ruang pulpa terbentuk namun belum terbuka. “Ketika patah gigi telah sampai pada lapisan ini, maka akan timbul rasa ngilu pada gigi,” ujar Atiek, sapaannya.
Ketiga, kelas III, pada tingkat ini gigi patah terjadi hingga lapisan ketiga yakni ruang pulpa dan telah mengalami pembukaan ruang. Dampak yang ditimbulkan juga menjadi lebih parah, pasien akan merasakan rasa nyeri atau sakit pada giginya. Bahkan terkadang pada bagian gigi yang patah akan mengeluarkan darah.
Keempat, lanjut Atiek, adalah kelas IV yaitu terjadi patah pada akar gigi. “Gigi akan tampak goyang, namun pada beberapa kasus hal ini kadang tidak terjadi. Sehingga untuk mengetahui lebih jelasnya dilihat dengan foto rontgen,” jelas dokter berkacamata ini.
Tingkat selanjutnya adalah kelas V dan kelas VI. Pada kelas V, gigi yang patah menyebabkan kegoyangan pada gigi. Sementara pada kelas VI, terjadi gigi intrusi (gigi masuk ke dalam gusi).
Pada kejadian gigi patah baik dari kelas I hingga kelas VI, Atiek menjelaskan, hal yang harus dilakukan adalah penanganan rasa sakit berupa tindakan darurat secara cepat dan tepat agar pasien segera terbebas dari rasa sakit yang ditimbulkan.
“Yang dimaksud dengan perawatan darurat adalah perawatan dengan tujuan menghilangkan rasa sakit dan kecemasan pada pasien. Perawatan ini dilakukan dengan cara menegakkan diagnosis yang tepat dan melakukan tindakan sederhana yang tepat tanpa menimbulkan cedera,” jelas Atiek di sela-sela kesibukannya menangani pasien.
Perawatan Endodontik
Menurut Atiek, patah gigi kelas III merupakan fenomena yang paling banyak terjadi dan paling menimbulkan kecemasan pada pasien. Perawatan darurat yang dilakukan adalah menghilangkan rasa sakit dengan memperhatikan kondisi gigi pasien.
Setelah rasa nyeri yang ditimbulkan teratasi, maka dokter gigi akan menentukan diagnosis, prognosa maupun rencana terapi yang akan diberikan pada pasien.
Perawatan saluran akar gigi (endodontik), menurut Atiek adalah cara yang paling tepat untuk penanganan pada gigi patah kelas III ini. Perawatan dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri dan menyehatkan akar gigi sehingga akar tersebut dapat direhabilitasi kembali dan bertahan di dalam rongga mulut sehingga gigi tidak perlu dicabut.
Tahap awal, perawatan yang dilakukan adalah menentukan diagnosis dengan memperhatikan anamneses (tanya jawab dengan pasien), pemeriksaan klinis dan beberapa faktor lain. Seperti jenis gigi yang patah, anatomi gigi, fungsi gigi, usia pasien, serta penyakit lain yang menyertai, misal hemofillia atau penyakit kelainan darah lainnya.
Tahap ini juga ditentukan rencana terapi yang akan dilakukan berdasarkan berbagai pemeriksaan yang telah dilakukan agar didapat akar gigi yang sehat sehingga gigi dapat berfungsi kembali. Apabila perawatan saluran akar gigi telah selesai dilakukan dan berhasil, maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan rehabilitasi mengembalikan gigi ke bentuk semula.
Tindakan rehabilitasi berupa mengembalikan bentuk mahkota gigi dengan pemasangan mahkota gigi buatan, bukan dengan penambalan gigi biasa.