BAKTERI yang berperan penting dalam pembentukan plak adalah bakteri yang mampu membentuk polisakarida ekstraseluler, yaitu bakteri dari genus Streptococcus. Bakteri Streptococcus yang ditemukan dalam jumlah besar pada plak penderita karies adalah Streptococcus mutans (Roeslan, 1996). Koloni S mutans selanjutnya memfermentasi sukrosa menjadi asam. Asam yang dihasilkan dapat mempercepat pemasakan plak yang berakibat pada turunnya pH permukaan gigi. Apabila pH tersebut terus turun hingga angka kritis (5,2-5,5), maka email gigi akan larut dan timbullah karies gigi. Pencegahan akumulasi plak diperlukan guna menghindari sakit gigi sekaligus menjaga kesehatan mulut. Pencegahan akumulasi plak dilakukan dengan memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi dan menggosok gigi secara teratur dengan pasta gigi yang mengandung antibakteri plak.
Pasta gigi yang beredar di pasaran umumnyamengandung fluordalam bentuknatrium fluorida(NaF), staniumfluorida, dan natrium monofluorofosfat (NaMFP). Fluor memang bertindak sebagai senyawa antibakteri. Meski demikian, penggunaan pasta gigi dengan konsentrasi fluor tinggi dapat menimbulkan efek samping berupa fluorosis email dan belum efektif membunuh bakteri karena lebih bersifat menghambat. Selain itu bahan kimia ini masih diimpor dari luar negeri dengan harga relatif mahal. Karena itu, para ilmuwan berupaya mencari alternatif. Hasilnya adalah pasta gigi yang mengandung minyak atsiri daun sirih sebagai zat antibakteri. Pasta gigi yang mengandung minyak atsiri daun sirih memang tergolong relatif baru. Tetapi sebenarnya, khasiat daun sirih (Piper betle) sebagai antibakteri mulut dan gigi sudah diketahui dan dibuktikan sejak lama.
MASYARAKAT Indonesia sudah sejak lama mengenal daun sirih sebagai bahan untuk menginang dengan keyakinan bahwa daun sirih dapat menguatkan gigi, menyembuhkan luka-luka kecil di mulut, menghilangkan bau mulut, menghentikan pendarahan gusi, dan sebagai obat kumur. Keyakinan masyarakat yang berlangsung turun-temurun tersebut menggelitik para ilmuwan untuk meneliti guna membuktikan khasiat daun sirih secara klinis. Salah satu penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Institut Pertanian Bogor (IPB). Tujuannya untuk mengetahui aktivitas antibakteri oleh daun sirih sekaligus membandingkannya dengan aktivitas antibakteri oleh fluor. Penelitian dilakukan dengan cara menuangkan biakan bakteri S mutans sebanyak 0,5 ml ke media padat SSB (Streptococcus Selection Broth).
Pada tempat lain disiapkan kertas saring Whatman yang steril dan dicelupkan pada larutan uji berupa larutan minyak atsiri daun sirih dan NaF. Kertas tersebut dikeringkan kemudian dipindahkan pada media SSB yang berisi bakteri uji. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37° C. Hasilnya bisa dilihat pada tabel. NaF dan minyak atsiri daun sirih sudah menunjukkan aktivitas antibakteri pada konsentrasi 0,1persen (b/v). Aktivitas antibakteri ini ditunjukkan oleh adanya zona hambat. Zona hambat pada NaF berdiameter 0,016 cm sedangkan pada minyak atsiri daun sirih berdiameter 0,049 cm (tiga kali lipat NaF). Semakin besar angka zona hambat berarti semakin besar pula aktivitas antibakterinya. Zona hambat minyak atsiri daun sirih lebih besar dibandingkan zona hambat NaF di semua konsentrasi. Ini menunjukkan bahwa minyak atsiri daun sirih memiliki aktivitas antibakteri yang lebih besar dibandingkan senyawa fluor terutama terhadap S mutans. Lalu, bagaimana senyawa fluor dan minyak atsiri daun sirih beraktivitas sebagai antibakteri? Fluor bekerja menginaktifkan enzim yang berperan dalam proses pembentukan energi bagi bakteri S mutans. Substrat berupa karbohidrat untuk energi S mutans mengalami metabolisme melalui proses glikolisis. Proses glikolisis hanya akan terjadi dengan bantuan beberapa enzim, salah satunya adalah enzim enolase. Enolase mempunyai kofaktor berupa ion Mg2+. Bila terdapat ion fluor, maka ion Mg2+ tersebut akan berikatan dengan ion fluor. Akibatnya, enzim enolase menjadi tidak aktif. Tidak aktifnya enzim enolase ini menyebabkan fosfoenolpiruvat tidak dapat disintesis sehingga proses glikolisis yang merupakan mekanisme pembentukan energi tidak berjalan. Dampaknya, pertumbuhan S mutans terhambat karena kekurangan energi. Meski demikian, aktivitas NaF sebagai antibakteri hanya bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri), bukan bakterisidal (membunuh bakteri). Hal ini diketahui dari fakta pada zona hambatan. Zona hambatan yang dibentuk NaF setelah diinkubasi selama empat hari ternyata ditumbuhi oleh bakteri.
BERBEDA dengan NaF, aktivitas minyak atsiri daun sirih sebagai antibakteri bersifat zona hambatan dan tidak lagi ditumbuhi bakteri. Daya antibakteri minyak atisiri daun sirih disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan turunannya yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri. Heyne (1987) menyebutkan, komponen utama minyak atsiri terdiri dari fenol dan senyawa turunannya. Salah satu senyawa turunan itu adalah kavikol yang memiliki daya bakterisida lima kali lebih kuat dibandingkan fenol. Kehadiran fenol yang merupakan senyawa toksik mengakibatkan struktur tiga dimensi protein terganggu dan terbuka menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen. Hal ini menyebabkan protein terdenaturasi . Deret asam amino protein tersebut tetap utuh setelah denaturasi, namun aktivitas biologisnya menjadi rusak sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya. Melihat cara kerjanya, aktivitas antibakteri minyak atsiri daun sirih tampak lebih efektif dibandingkan fluor. Faktanyapun demikian, minyak atsiri daun sirih memiliki aktivitas antibakteri yang lebih besar dibanding NaF yang banyak dipakai pada pasta gigi selama ini.
SELAIN dalam bentuk larutan murni, pengujian aktivitas antibakteri dilakukan juga dalam bentuk pasta gigi, yaitu pasta gigi yang mengandung NaF (F) dan pasta gigi yang mengandung minyak atsiri daun sirih (S). Pasta gigi F baru menunjukkan aktivitas antibakteri pada konsentrasi 0,75persen (b/b). Konsentrasi tersebut cukup tinggi mengingat kadar NaF yang biasa diberikan dalam pasta gigi hanya 0,2-0,3 persen (Hartono, 1988). Maka dapat diduga, pasta gigi biasa yang mengandung NaF tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S mutans. Pasta gigi S sudah menunjukkan aktivitas antibakteri pada konsentrasi 0,1persen(b/b). Aktivitasnya terus meningkat dengan meningkatnya konsentrasi minyak atsiri. pasta gigi S memiliki aktivitas antibakteri lebih besar dibandingkan pasta gigi F di semua konsentrasi. Ditilik dari sifat antibakterinya, pasta gigi daun sirih lebih unggul daripada pasta gigi NAF, namun tidak berarti pasta gigi daun sirih tanpa kelemahan. Warna pasta gigi ini bisa berubah dari putih menjadi kecoklatan, diduga akibat reaksi oksidasi minyakatsiri. Oksidasi terjadi karena pada pasta gigi terdapat CaCO yang melepaskan panas ketika dicampur dengan bahan lain.