Diantara Anda mungkin pernah mendengar jika mencabut gigi dapat beresiko mengakibatkan cidera pada mata apakah terjadi mata rabun atau terjadi kebutaan sehingga membuat banyak orang tidak berani atau takut mencabutnya. Menurut para ahli kesehatan dan dokter gigi, pencabutan gigi yang dilakukan secara tidak benar dan tidak sesuai dengan prosedur standar memang dapat membahayakan.
Namun tidak juga sampai menyebabkan mata menjadi buta dan tidak ada pengaruhnya terhadap mata, hanya saja yang dikhawatirkan adalah terjadinya infeksi yang dapat mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Jika ditanyakan apakah ada hubungannya secara langsung antara saraf mata dengan saraf gigi, jawabannya sebenarnya tidak ada.
Jika kita melihat dari segi anatomi, jelas tidak ada keterkaitan langsung antara saraf mata dan saraf gigi. Asal saraf mata dan saraf gigi adalah saraf Trigeminus. Saraf Trigeminus merupakan saraf cranial terbesar. Mengapa disebut saraf Trigeminus? karena mempunyai 3 cabang, yaitu :
– Saraf Optalmikus
– Saraf Maksilaris
– Saraf Mandibularis
Saraf Trigeminus mempunyai serabut sensoris maupun serabut motoris. Mata dipersarafi oleh saraf optalmikus yang berbeda persyarafannya dengan gigi-gigi rahang atas. Bila gigi – gigi rahang atas dipersarafi oleh saraf Maksilaris dan gigi – gigi rahang bawah oleh saraf Mandibularis. Saraf mata dan saraf gigi keluar dari otak dalam keadaan terpisah dan melewati jalur yang berbeda pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa pencabutan gigi tidak terkait langsung dengan komplikasi yang melibatkan organ mata.
Kemungkinan yang terjadi adalah adanya infeksi sebelum atau sesudah pencabutan, dimana infeksi menyebar melalui pembuluh darah sampai organ mata. Karena dalam proses pencabutan banyak pembuluh darah dalam keadaan terbuka, memudahkan infeksi masuk ke peredaran darah. Apabila terjadi pembengkakan di mata, kemungkinan yang terjadi adalah infeksi dari mata itu sendiri atau dari jaringan di sekitarnya, termasuk hidung dan gigi. Karena penjalaran infeksi dapat melalui jaringan lunak dan pembuluh darah di sekitar wajah. Contoh pada pasien dengan infeksi pada gigi taring rahang atas, apabila tidak ditangani dengan baik infeksinya dapat menyebar hingga mengakibatkan bengkak pada mata.
Tidak hanya pencabutan gigi yang memiliki resiko seperti ini, semua tindakan operatif memiliki resiko yang sama. Untuk mengantisipasi resiko infeksi, sebelum tindakan operatif apapun termasuk pencabutan gigi, dilakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada infeksi dan peradangan disekitar area tindakan. Bila terjadi infeksi dan peradangan, maka sebelumnya harus dirawat dengan pemberian obat terlebih dahulu. Sesudah pencabutan juga diberikan obat sebagai antisipasi munculnya infeksi, mengingat infeksi mudah sekali menyebar.
Gunakan Cabut Gigi Sebagai Alternatif Jalan Terakhir.
Jadikan tindakan cabut gigi sebagai upaya terakhir dari dokter gigi, karena gigi tersebut memang sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Bila terjadi kerusakan gigi yang belum parah dan sekiranya masih bisa dipertahankan di dalam rongga mulut, biasanya dokter gigi akan mempertahankan dan tidak akan melakukan pencabutan pada gigi yang kerusakannya masih bisa diperbaiki.
Seperti gambar diatas, gigi memiliki beberapa bagian yaitu bagian paling luar disebut dengan enamel gigi, lalu ada dentin, dan bagian paling dalam yang disebut dengan pulpa gigi. Jika kerusakan gigi terjadi pada bagian enamel, kemungkinan masih bisa diperbaiki yaitu dengan cara di tambal pada bagian yang berlubang, begitu pula apabila kerusakan pada bagian dentin masih bisa di lakukan perawatan, namun jika kerusakan sudah mengenai bagian pulpa, memang masih bisa dilakukan perawatan yaitu PSA ( Perawatan Saluran Akar ) tetapi kemungkinan biayanya sangat mahal dan harus konsisten untuk melakukan perawatan karena tidak bisa dilakukan dalam 1 kali kunjungan, namun perlu beberapa kali kunjungan agar bisa di tumpat / di tambal dengan tambalan permanen.
Namun jika gigi yang bermasalah hanya dapat ditangani dengan proses pencabutan, maka sebaiknya dipastikan bahwa gigi tidak sedang dalam keadaan sakit, karena dapat memicu terjadinya infeksi. Sebaiknya di tunggu sampai gigi sudah tidak terasa sakit lagi bila ingin mencabutnya. Dalam keadaan gigi radang / terinfeksi, anasthesi juga tidak bisa berjalan dengan maksimal. Mengapa demikian? Karena obat anesthesi ini dipengaruhi oleh derajat keasaman ( pH ) di mana bila disuntikkan pada kondisi infeksi akut, daerah bersangkutan berubah menjadi sangat asam ( acidic ) dan cairan anesthesi tidak mampu menembus dan meresap ke jaringan saraf. Hasilnya, pasien akan tetap merasa kesakitan, sekalipun dosis cairan bius ini ditambahkan dari takaran normalnya. Jadi, jalan terbaik adalah menyembuhkan infeksi terlebih dahulu dengan antibiotika dan anti-inflamasi (untuk menghilangkan pembengkakan).
Berikut ini aturan baku dalam tata laksana cabut gigi :
1. Jangan pernah merahasiakan penyakit yang pernah dan sedang diderita seperti penyakit jantung, kencing manis, punya alergi terhadap obat tertentu, kelainan darah, apakah pernah mengkonsumsi Narkotik atau Zat Adiktif, sedang dalam masa pengobatan, sedang minum obat apa saja saat ini. Informasi ini sangat berguna untuk mencegah komplikasi anestesi maupun pencabutan gigi terhadap tubuh. Setiap reaksi orang terhadap obat berbeda. Jadi, jangan samakan kasus Anda dengan orang lain!
2. Jangan memaksa dokter gigi untuk mencabut gigi yang sedang meradang, sakit, merah, bengkak, tidak bisa digunakan untuk mengunyah. Infeksi harus diredakan dulu dengan obat -obatan antibiotika.
3. Ikuti petunjuk yang diberikan dokter gigi, minum obat yang sudah diresepkan, bila obat tidak diminum teratur (obat antibiotika harus sampai habis, meski sakit sudah reda ) maka resiko infeksi sebelum dan sesudah cabut gigi menjadi besar.
4. Penting juga bagi anda untuk tetap rileks selama prosedur pencabutan. Jangan karena saking tegangnya, anda sampai menahan nafas. Hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikas. Bila Anda rileks, dokter gigi dapat dengan tenang melakukan pencabutan sehingga prosesnya pun berlangsung cepat.