Menyikat gigi belum lengkap rasanya tanpa mengakhirinya dengan berkumur dengan mouthwash (obat kumur). Demikian pesan yang disampaikan dalam iklan-iklan produk mouthwash. Namun, benarkah obat kumur sangat efektif untuk menyingkirkan semua bakteri? Tahun 2010 lalu, badan obat dan makanan AS (Food and Drug Administration/FDA) memberi peringatan pada tiga produsen obat kumur untuk berhenti berpromosi bahwa produk mereka memiliki fluoride sebagai kandungan aktif yang bisa mencegah penyakit gusi serta menghilangkan plak gigi. Beberapa tahun lalu, hakim federal di AS juga memerintahkan Pfizer, perusahaan farmasi yang kala itu masih jadi pemilik Listerine, untuk menghentikan kampanye yang menyatakan mouthwash sama efektifnya dengan flossing (memakai benang gigi) dalam mencegah kerusakan gigi dan gusi. Pada intinya, para pakar di FDA menyatakan obat kumur hanya memiliki peranan kecil dalam mencegah penyakit gigi dan gusi. Menyikat gigi dan membersihkan dengan benang gigi tetap yang terpenting.
Para produsen produk obat kumur itu mulai mengklaim produk mereka mencegah plak dan radang gusi pada tahun 1980-an setelah percobaan yang dilakukan di pertengahan tahun 1960-an menunjukkan radang gusi timbul akibat kebersihan mulut yang buruk. Kebanyakan produk obat kumur juga diketahui memiliki bahan artifisial yang mengandung pemanis untuk rasa dan pewarna buatan. Alkohol juga termasuk dalam kandungan obat kumur karena berguna untuk menjaga bahan-bahan di dalam obat kumur tetap berbentuk larutan dan membuat rasa lebih menonjol. Obat kumur memang membuat napas terasa segar dalam beberapa waktu. Pertanyaannya adalah napas segar itu dihasilkan oleh kandungan pembunuh bakteri atau rasa yang kuat sehingga mampu menutupi bau di mulut. Di tahun 2008 analisa sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa dua agen antibakteri yang sering dipakai dalam obat kumur, yakni cetylpyridinium chloride dan chlorhexidine, mungkin menurunkan kadar bakteri yang menyebabkan bau mulut dan kandungan lain dalam obat kumur (zinc, chlorine dioxide) bisa menetralisir komponen sulfur pemicu bau mulut.
Akan tetapi mouthwash yang mengandung chlorhexidine hanya bisa diperoleh dengan resep dokter dan kebanyakan dipakai setelah prosedur bedah mulut. Persoalannya bahan ini akan menyebabkan warna kecokelatan pada gigi. Jika tidak, tentu akan lebih banyak produk obat kumur yang menggunakan chlorhexidine karena bahan ini dianggap paling efektif. Menurut Dr.Nadeem Karimbux, profesor dari Harvard School of Dental Medicine, bakteri penyebab lubang di gigi berbeda dengan bakteri penyebab penyakit gusi. Puluhan jenis bakteri yang menyebabkan penyakit gusi akan berinteraksi dengan jaringan gusi menyebabkan inflamasi dan menghancurkan jaringan gusi termasuk tulang penyangga gigi. Menyikat gigi dan flossing adalah cara yang paling tepat untuk menyingkirkan plak, meski kandungan antibakteri dalam mouthwash memberikan efek serupa, walaupun sedikit.