Barodontalgia adalah suatu fenomena dimana seseorang mengalami sakit gigi pada saat berada pada ketinggian misalnya saat terbang atau menyelam pada kedalaman tertentu di bawah laut. Fenomena ini mulai dikenal sejak Perang Dunia II, dimana awak pesawat terserang sakit gigi saat sedang terbang. Namun ternyata fenomena ini juga dijumpai pada penyelam, dan kemudian diketahui perbedaan tekanan memegang peranan sangat penting pada kejadian ini. Masih ingat hukum Boyle? Pada suhu tertentu, volume gas berbanding terbalik dengan tekanan. Scuba diving saat ini makin banyak diminati. Saat seseorang menyelam makin dalam ke arah dasar laut, tekanan air yang diterima penyelam makin besar, dan volume gas pada rongga tubuh yang tertutup berkurang, misalnya pada liang telinga gigi dan sinus. Saat penyelam hendak naik ke permukaan, tekanan atmosfer berkurang, gas yang terjebak di dalam gigi berekspansi dan menstimulasi nosiseptor syaraf gigi, dan menimbulkan rasa sakit.
Demikian juga pada saat sedang terbang, tekanan udara menurun, dan volume gas meningkat. Masalahnya, gigi adalah jaringan keras dan tidak dapat berekspansi/mengembang. Bila terdapat peningkatan volume gas di dalam rongga gigi, jaringan keras gigi tidak ikut berekspansi untuk menyesuaikan dengan tekanan luar, sehingga gas menekan dan menstimulasi syaraf gigi. Hal ini terjadi pada gigi pulpitis (karies dalam), dimana terjadi pembusukan gigi oleh bakteri yang menghasilkan gas. Selain itu gas yang terjebak juga dapat terbentuk di bawah tambalan yang kurang baik/rapi/mengalami kebocoran, dimana ada udara terjebak antara gigi dan bahan tambal, atau pada pengisian saluran akar yang tidak hermetis. Abses dan kista periapikal (di ujung akar gigi) juga kerap dikaitkan dengan barodontalgia. Fenomena ini mulai terjadi pada ketinggian sekitar 3000 m di atas permukaan laut dimana tekanan udara sekitar 0.75 atmosphere, atau pada kedalaman 10 m di bawah laut dimana tekanan air sekitar 1 atmosphere.
Federasi Dokter Gigi Internasional menyarankan para pilot dan penyelam untuk memeriksakan diri ke dokter gigi secara rutin. Yang paling penting adalah penjagaan oral hygiene yang baik, untuk menghindari terjadinya barodontalgia. Pasien juga tidak disarankan untuk terbang atau menyelam selama 24 jam setelah perawatan gigi yang membutuhkan anestesi atau selama 7 hari setelah menjalani operasi gigi. Meski prevalensi kejadian barodontalgia relatif rendah, dokter gigi sebaiknya tidak menganggap enteng fenomena ini karena dapat berakibat cukup fatal bagi penderita. Dokter gigi yang menerima pasien dengan kecurigaan barodontalgia sebaiknya memeriksa restorasi gigi yang ada apakah masih dalam kualitas baik atau sudah mengalami kerusakan/kebocoran. Dokter gigi juga perlu melakukan screening karies dan tes perkusi pada gigi yang dicurigai, serta pemeriksaan radiografis jika perlu. Pemilihan material yang akan digunakan sebagai restorasi juga penting, serta pembuatan restorasi sebaik mungkin untuk menghindari kebocoran/kegagalan restorasi.